Minggu, 01 September 2013

AKU MATI SAJA..

AKU MATI SAJA ( sebuah cerpen )
By. Dwi Andari


"aku mati saja..." kata Senja dingin tanpa ekspresi, bahkan tanpa dipikir. kata-kata itu terucap begitu saja lancar keluar tanpa diminta bagai air bah yang mengalir menerjang dengan ketenangannya yang luarbiasa meski dikedalamannya menyimpan gemuruh paling debur.

Untuk beberapa saat Riko tampak terkejut lalu berusaha tutupi gugup, teringat beberapa waktu lalu ketika ia mendapati Senja tengah berusaha memutus urat nadinya dengan menyayatkan silet dipergelangan tangannya.
"sayang, apa kamu tak memiliki agama?..." kata Riko dengan ketus dan gusar.

Senja menjawab dengan tatap kosong dan..  " apa abang punya?.. "
“katakan padaku, apa abang beragama?..”
Riko hanya tertunduk dalam dan semakin dalam, lalu hanya  hening yang ada diantara mereka. Keduanya terdiam dalam pikiran, ingatan juga anganan masing-masing.

Masih membekas diingatan Senja ketika suatu sore dibulan April seorang wanita menelponnya dan dengan penuh derai suara tangis menceritakan bagaimana untuk ketiga kalinya Riko meminta dia menggugurkan kandungannya, buah hati mereka. Dan diakhir telponnya wanita yang mengaku bernama Yuni itu meminta Senja untuk melepas Riko karena hanya dengan cara itulah Riko akan mengawininya dan dia bisa mempertahankan kandungannya, buah cinta mereka.
Saat itu Senja tak mampu berkata-kata, dia bahkan tidak tahu harus percaya ataupun tidak pada penelpon gelap ini, hanya saja entah kenapa saat itu Senja tak mampu menahan tetesan airmata yang terus mengalir bersama kesakitan rasa yang tibatiba menikam hatinya.

Seiring jalannya waktu, Yuni sering sekali sms, email ataupun menelponnya mengabarkan ini-itu seputar kehamilan dan hubungannya dengan Riko, dari mulai menggunakan kata-kata sopan sampai keluar kata-kata preman yang acap kali diakhiri ancaman, tapi Senja tak ambil pusing karena Riko dengan tegas mengatakan itu semua fitnah. Ada seseorang dari salah satu rekan bisnisnya yang ingin menjatuhkan dia.
Meski ada yang mengganjal dan terus terganggu dengan teror Yuni namun Senja percaya pada Riko, kekasih dan suami yang dicintainya setengah mati ini.
“aku mengenal baik suamiku…” begitu selalu bisiknya pada ragu yang berulang-ulang datang menggaung dihatinya.

Semuanya berakhir diawal Juni yang gerah, saat Senja mendapat telpon dari Riko dan ketika diangkat yang bicara dari sebrang sana adalah Yuni. Dengan sinisnya dia berkata “bagaimana Nja?..masihkah tidak percaya padaku?.. masih mengangap bahwa aku main-main dengan masalah sebesar ini?..kamu wanita Nja,kamu pasti bisa merasakan apa yang kurasakan!”
Senja tak mampu bicara, Riko ijin seminggu keluar kota untuk urusan bisnis tapi jam tiga dinihari ada bersama Yuni. Lalu dia mulai limbung dan diujung telepon sana Yuni kembali memintanya untuk melepaskan Riko dengan penekanan bahwa usia kandungannya kini sudah empat bulan dan dia tak mau membunuh buah cintanya meski Riko memberinya seratus juta  bahkan katanya lagi meski Riko membunuhnya sekalipun.
Kembali Yuni menegaskan bahwa Riko tak bisa melepaskannya dan selama Senja Riko tak berpisah maka mereka tak mungkin bersama dalam ikatan keluarga meski mereka saling cinta. Karenanya Yuni meminta Senja untuk melepas Riko, demi anak mereka dan menambahnya pula dengan embel-embel jika dengan Senja, Riko tak mungkin memiliki anak.

Senja bungkam mematung bagai arca yang perlahan hancur digodam sejuta martil baja. Tidak menutup telpon pun tidak bersuara bahkan isaknya bisu tertelan kecewa. Sampai ada saat dimana Riko mengambil alih telepon beberapa kali menarik nafas dalam-dalam sambil berbisik “ Nja..sayang, maafkan abang” lalu klik telpon ditutup.
Entah selanjutnya apa yang terjadi diseberang sana...

Lima sepuluh dualima bahkan dua jam berlalu Senja dan Riko tetap duduk mematung dibangku mobilnya yang sengaja diparkir disebuah taman kota untuk membicarakan permasalahan mereka. Sepanjang diam Riko terus menggenggam tangan Senja dan sesekali menciumnya mencoba mengungkapkan sesalnya atas apa yang terjadi namun Senja tak bereaksi.

Setelah lama dan tak jua ada solusi kerena masing-masing bungkam maka akhirnya Riko menyalakan mesin mobil dan perlahan melajukan kendaraan berjalan menuju arah pulang.
mereka masih saja ditikam hening sampai akhirnya Riko menghela nafas panjang sebelum angkat bicara
" tidak sayang, kamu tidak boleh mati Nja. aku yang salah bukan kamu "
“kalau abang yang salah kenapa aku yang selalu menerima hukuman?..” jawab Senja datar
" kalau begitu, abang saja yang mati..." lanjutnya pelan menusuk.

mobil merem mendadak dan Riko menatap Senja tajam sangat, ya lelaki yang dicintai setengah mati oleh Senja Maharani ini  pasti sama seperti Senja tak mengira jawaban yang meluncur dari bibir mungilnya akan sesadis itu. Padahal selama ini Riko tahu betapa Senja istrinya ini memiliki ketabahan dan hati yang lembut luar biasa, entah sudah berapa kali Riko menyakitinya tapi selalu dimaafkan dan Senja tetap menyayangi juga tak berkurang sedikitpun cintainya pada Riko.
" aku.. " kata Senja sebelum sempat Riko bicara
" aku hanya tak ingin kita terpisah karena penghianatan, cinta kita bukan cinta biasa  dan abang tahu itu. Mahal sekali harga yang telah kita bayar untuk bisa bersama seperti sekarang tapi abang acap kali menodainya. Sungguh aku lelah bang, aku lelah terus mencoba mengerti abang, aku lelah melihatmu terus melukai cinta kita… “


Riko  kembali menjalankan mobilnya perlahan sambil menyenderkan kepalanya dibangku mobil, tak habis sesalnya pada kelemahan diri yang mudah tergoda wanita dan selalu saja berujung menyakiti Senja.

“aku lebih memilih kita terpisah dipisah oleh kematian, aku tak lagi ingin memberimu maaf untuk kemudian kembali kau sakiti” kali ini Riko menarik nafas dalamdalam sambil kembali menggenggam tangan kanan Senja dengan kerasnya.
“ jadi jika abang tak ingin aku yang mati, ...maka abanglah saja yang mati karena kesalahan abang itu. Aku sungguh tak bisa membiarkan orang yang kucinta berkalikali membunuh mati rasaku"

Riko hanya tertegun dan menjalankan laju mobilnya kembali, dia sungguh tak pernah berniat meninggalkan Senja. Dia tahu betul sebesar apa cintanya untuk Senja dan seberapa besar pengorbanan Senja untuk kebersamaan mereka. Cinta yang terlarang, cinta yang ditentang begitu banyak aturan…dunia juga akhirat.
Dan dia sungguh mengerti mengapa mereka tidak memiliki seorang anakpun, karena memang begitulah komitmen mereka saat akan menikah dulu. Konyol memang tapi perbedaan keyakinan akhirnya membuat mereka bersepakat untuk tidak memiliki anak. Cukup kita saja yang menanggung dosa sesuai kepercayaan masing-masing karena cinta ini. begitu alasan kesepakatan yang mereka buat dulu.

Rasanya ingin sekali Riko kembali memberi penjelasan tentang siapa Yuni, wanita yang telah menjebaknya hingga dia beberapa kali terpaksa menyetujui untuk menggugurkan kandungan Yuni atas saran Yuni sendiri dengan meminta beberapa puluh juta kepadanya dengan alasan sebagai biaya aborsi. Yang terakhir ini ternyata Yuni menginginkan lebih dari sekedar uang maka ia sengaja menteror Senja, agar mereka bercerai dan Yuni menjadi istrinya. Tapi Riko tahu itu akan sia-sia, hati Senja sudah sedemikian hancur pun lagi manamungkin dia percaya ada seorang wanita yang tega dengan sengaja hamil dan menggugurkan anaknya demi sejumlah uang, meski ya Riko memiliki bukti transfer dan lain-lainnya itu.

Perlahan lalu cepat dan semakin cepat Riko mengemudikan mobilnya membelah jalan raya disebelas lebih tigapuluh malam, entah apa yang berkecamuk dihatinya sekarang.
Hanya suara Senja tadi yang terus bergaung ditelinganya, suara istrinya yang begitu pelan namun diucapkan sepenuh rasa.
“aku mati saja…”
“abang, aku mati saja…”

Tanpa disadarinya setetes air mata luruh ketika kembali dia dibawa ingatannya kemasa lalu, hari dimana mereka berikrar setia mencinta dan menjalin rumah tangga sampai tua, sampai ajal memisahkan. Hari dimana Senja memutuskan memilih percaya pada cintanya meski harus dikucilkan oleh keluarga besarnya.
Pun ingatan membawanya kebeberapa hari lalu, sehari lewat setelah insiden telepon dini hari itu, saat akhirnya ia mengakui dan membenarkan ucapan Yuni pada Senja.  Juga  malam berikutnya ketika ia menemukan Senja dengan tatapan kosong terus mencoba merobek pergelangan tangannya sendiri. Tak ada kesakitan diwajah dinginnya meski tetes-tetes darah mengucur lambat kelantai. Untunglah ia tidak terlambat pulang hari itu hingga bisa menghentikan aksi gila Senja. Sementara diranjang ia menemukan sebuah diary berwarna jingga yang pada lembar pertama tertulis
“ Tuhan, salahkah aku mencintainya?.. “
dan dilembar berikutnya tertulis;
“Tuhan, sesalah apa aku memeluk cinta ini?..” selebihnya hanya kertas kosong meski diary ini bukanlah diary baru dan dia pernah sekilas melihatnya dua tahun lalu saat dirumah sakit. Ketika Senja baru saja kehilangan bayinya diusia kandungan 3 bulan.. 

Ya, mereka memang pernah bersepakat untuk tidak memiliki anak namun Tuhan berkehendak lain dan Senja hamil meski akhirnya harus kehilangan bayinya bahkan dokter mengatakan rahim Senja terlalu lemah untuk hamil lagi.  Yang menakutkan Riko saat itu adalah tak ada air mata diwajah wanita yang dicintainya ini, dan wajahnya sekosong dan sedingin hari ini. Wajah yang menyimpan banyak tanya dan kesakitannya sendiri.

Riko mengutuki kesalahannya dan mulai tak bisa memaafkan diri sendiri atas apa yang selama ini dengan sadar dilakukannya dibelakang Senja, istri yang sungguh-sungguh setia dan selalu mencintainya sepenuh jiwa. Istri yang telah banyak berkorban untuknya, istri yang begitu dicintai namun acapkali menderita karenanya.

" ya, akan lebih baik jika kita mati bersama..." lirih kembali Senja berbisik dalam hati lalu mulai memejamkan matanya.
Tak ada ketakutan diwajah lelahnya meski beberapa kali mobil nyaris menabrak trotoal jalan dan tetap melaju dengan kecepatan kencang.



Dak, September 2013